Qurban amanah Bersama Da'i AbdurrahmanGani

Cerita tentang Indonesia-Gamers-chetter

Kamis, 07 April 2011

Semenjak Reformasi bergulir kita belum melihat hasil yang signifikan,yang menojol baru kebebasan mengluarkan pendapat sebagaimana yang di kemukan pakar -pkar,LSM ,MEDIA MASA,DAN Demo yang menjadi konsumsi kita sehari-hari yang dapat membingungkan masyrakyat awam dan menjadi penghambat pembangunan nasional.


NOMOR 4.



A). Tulis makalah yang berkaitan yang berkaitan degan reformasi yang dapat memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat dan martabat dari pandangan dunia luar.


PEMBENTUKAN KEBIJAKAN BIROKRASI DAN ASPEK YANG MEMPENGARUHINYA



Pembentukan Kebijakan di Bidang Penegakan Hukum dan Faktor yang
Mempengaruhinya,Bagi Indonesia sendiri, penegakan hukum bukan hanya untuk mendorong perbaikan politik dan pemulihan ekonomi. Harus disadari bahwa penegakan hukum justru merupakan ujung tombak proses demokratisasi. Karena, melalui penegakan hukum ini, Indonesia dapat secara konsisten memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan kuat di berbagai sektor serta menjalankan aturan- aturan dalam bidang politik dan ekonomi secara konsisten. Penegakan hukum yang konsisten dan tegas juga dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan tatanan politik.
Dalam bidang pembentukan kebijakan, indikasi yang menunjukkan gejala pembuatan aturan secara instan tersebut dilihat dalam soal perencanaan pembentukan kebijakan hukum pemerintah yang cenderung stagnan. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, dibentuk Komisi Hukum Nasional yang bertugas memberikan nasihat kepada presiden dalam bidang hukum. Namun, dalam pemerintahan yang berikutnya, Komisi Hukum Nasional dapat dikatakan tidak memiliki banyak andil dalam pembentukan kebijakan pemerintah di bidang hukum. Pada saat ini, arah kebijakan hukum dituangkan bersama dengan arah kebijakan pembangunan sektor-sektor lainnya dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang dibuat dalam bentuk undang-undang oleh DPR dan pemerintah (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000). Di dalam Propenas, yang menggantikan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) itu, disusun arah kebijakan pembangunan di bidang hukum. Propenas tidak hanya memuat arah perbaikan institusi, tetapi juga serangkaian pembentukan undang-undang, yang kemudian diturunkan dalam bentuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas memuat semua legislasi yang akan dihasilkan dalam jangka waktu lima tahun. Pembagian yang ada dalam Prolegnas dilakukan secara sektoral, yaitu


PEMBENTUKAN KEBIJAKAN BIROKRASI DAN ASPEK YANG MEMPENGARUHINYA
bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, pembangunan
daerah, sumber daya alam dan pertahanan keamanan.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dalam studinya tentang Prolegnas pada masa sidang DPR 2003-2004 menyimpulkan setidaknya dua hal sebagai berikut.Pertama, proses penyusunan legislasi di Indonesia bukanlah dalam kerangka “mengarahkan” kebijakan di bidang hukum tetapi justru “diarahkan” oleh berbagai faktor eksternal.Kedua, sampai titik tertentu proses penyusunan prioritas legislasi menjadi sarana untuk “memagari” perubahan politik dan hukum yang dikehendaki. Proses ini menjadi alat pembenaran (justifikasi) semata dalam meredam agenda perubahan struktural sambil mempertahankan status quo.
Salah satu faktor eksternal yang turut mengarahkan pembentukan kebijakan hukum di negeri ini di antaranya dalam bentuk ideologi asing. Paham neo-liberal yang berkembang pesat sebagai bagian dari kedigdayaan negara- negara Barat telah memberikan pengaruh besar terhadap berbagai kebijakan dalam negeri di negaranegara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Neo-liberalisme masuk ke dalam hukum dan kebijakan melalui proses pembentukan maupun penegakannya. Proses pembentukan dan penegakan hukum dan kebijakan dapat dilihat sebagai arena pertarungan antara kelompok yang memiliki akses dan yang tidak. Masuknya neo-liberalisme ke dalam hukum menjadi konsekuensi dari merasuknya ideologi neo-liberal dalam berbagai sendi kehidupan—pandangan yang melihat bahwa negara harus menjauh dari arus ekonomi dan semua individu harus berkompetisi dalam mekanisme pasar



PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian, penjelasan, dan pembahasan dalam bab-bab
terdahulu, dapat disimpulkan hal sebagai berikut.
1. Terdapat beberapa aspek yang memberikan pengaruh terhadap birokrat dalam
pembentukan kebijakan, yaitu:
a. adanya pengaruh tekanan dari luar;
b. adanya pengaruh kebijaksanaan lama;
c. adanya pengaruh sifat-sifat pribadi;
d. adanya pengaruh dari kelompok luar; dan
e. adanya pengaruh keaadaan masa lampau;
2. Sedikitnya ada tiga alasan mengapa peran pemerintah dalam pembentukan
kebijakan di bidang penegakan hukum diperlukan, yaitu:
a.pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengelola wilayah dan
rakyatnya untuk mencapai tujuan dalam bernegara;
b.pemerintah juga berkepentingan langsung untuk menciptakan situasi
kondusif dalam menjalankan pemerintahannya; dan
c.terdapat dua institusi penegakan hukum yang berada di bawah lembaga eksekutif, yaitu kepolisian dan kejaksaan, keduanya merupakan ujung tombak penegakan hukum karena langsung berhubungan dengan masyarakat.
3. Pengaruh dari luar tubuh birokrat terkadang memberikan peran signifikan
sebagai alat kontrol atas birokrat berkaitan dengan proses pembentukan 




4.B
(nomor satu)

REFORMASI adalah perubahan
Sejak dikumandangkan bulan Mei 1998, reformasi di segala bidang tengah digalakkan oleh Bangsa kita dengan semangat untuk menegakkan demokrasi. Tapi apa yang bisa kita rasakan dan kita lihat dari hasil reformasi ini? Reformasi yang telah berjalan dua belas tahun ini semula bertujuan menegakkan demokrasi dan HAM, kini kita lihat hasilnya.

REFORMASI YANG DAPAT MEMPERBAIKI NASIB BANGSA DAN MENGANGKAT HARKAT MARTABAT BANGSA

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai. Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.



Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
  1. Reformasi Prosedural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik. Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan (amandemen).
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara prosedural terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara masyarakat dan negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya yang berjudul Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah memberi kesempatan seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha produktif guna memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital (konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
  1. Reformasi Struktural, adalah tuntutan perubahan institusional negara dari birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis, sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif, penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki fungsi pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung dengan masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis primary), biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan kedudukan sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional. Pasca gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah 12 komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi), mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya, komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan membantu masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki proses kerja lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran birokrasi dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
  2. Reformasi Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir, cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas. Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi prosedural dan kultural adalah hadwernya, reformasi kultural adalah sofwernya. Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan komputer yang baik







4.B.(Nomor dua)
Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan negara menuju tujuan nasional ?
JAWAB:
Kita sebagai warga negara yang cinta dengan bangsanya harus mempunyai rasa cinta dengan tanah kelahiran kita, tanah tempat kita mencari nafkah sehari-hari secara turun temurun.Apakah kita tidak malu dengan perjuangan para pahlawan kita, yang demi untuk anak cucunya mereka rela mengorbankan nyawanya, demi untuk bangsanya, mereka rela disiksa, rela melihat orang yang paling dicintai gugur sebagai pahlawan, Belum lagi pengorbanan rakyat kita yang terkenal dengan peristiwa " korban 40.000 jiwa di Sulawesi-Selatan" dan tentunya banyak lagi yang tidak bisa disebut satu persatu. Sungguh suatu pengorbanan yang mulia demi karena cinta kepada negara dan bangsa INDONESIA. Kami rasanya malu kepada para pahlawan yang telah gugur demi kejayaan bangsa. Apakah kita masih tidak mau memikirkan bangsa ini ? apakah kita masih memilih untuk memikirkan kepentingan masing-masing atau golongan ?.Saatnya kita harus merajut dan bersatu untuk bersama-sama memikirkan bangsa ini, minimal kita memikirkan " apa yang dapat saya lakukan”untuk.bangsaku”.

Kepada member generasi muda peduli bangsa, mari kobarkan semangat di dada, semangat juang para pahlawan yang telah gugur mendahului kita dengan meneruskan cita-citanya. Kepada para cendekiawan, andalah tumpuan harapan kami untuk memikirkan bangsa ini. Kepada para pemimpin, andalah pemegang amanah negeri ini, pemegang amanah para pahlawan yang telah gugur.Mendahului”kita”.
Kepada para politisi, andalah pengambil kebijakan dalam kemajuan bangsa ini, penentu masa depan bangsa, jangan lagi berebut kekuasaan demi kepentingan kelompok atau golongan masing-masing, tengoklah rakyat kita yang sedang bergelut berjuang sekedar mempertahankan hidup. Kepada para penegak hukum, andalah tempat berlindung para pencari keadilan, pemegang amanah rasa keadilan, pencipta ketaatan dan kesadaran hukum . Kepada para petinggi Angkatan Bersenjata, andalah pengawal bangsa ini dari para penjajah, pengawal bangsa dari gangguan pergaulan internasional, pengawal lautan yang melimpah ruah, pengawal aset bangsa.
Kepada para ulama/rohaniawan, andalah penyejuk dan penerang alam ini, maka sejukkanlah bangsa ini dari kegarangan, kecongkakan dan ketamakan. Kepada rakyat tercinta, kitalah penerus jiwa para pejuang yang telah gugur, berilah balas budi kepada para pahlawan kita dengan tidak merusak alam ini. Kepada para jurnalis, andalah corong pembangunan bangsa, pengawal reformasi, pembawa berita untuk mencerdaskan bangsa. Kepada para guru tercinta, andalah pencetak generasi yang cinta dengan tanah airnya, pencetak generasi kreatif, perekayasa, pencipta, generasi pembaharu, generasi holistik,generasiYang bermoral.   

Kalaulah semua elemen bangsa ini menyadari amanah yang diwariskan oleh para pahlawan kita, maka tentunya kita menuntut ilmu dalam rangka membangun bangsa, bukan dalam rangka membangun kemapanan dan kesuksesan personal semata. Keahlian, keterampilan, kemampuan, kecerdasasan yang kita dapatkan sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa akan kita manfaatkan sepenuhnya untuk kemajuan bangsa demi anak cucu kita di masa depan.
Penulis sungguh terharu membaca Motivation Letter yang ditulis oleh Andrea Hirata dalam proposal risetnya untuk memperoleh beasiswa ke Sorbonne Prancis dikatakan bahwa : " Akan saya sumbangkan seluruh ilmu dan pengalaman riset yang saya dapatkan di Sorbonne demi kemajuan nusa dan bangsa, demi tanah tumpah darah saya! Tak berlebihan saya sampaikan bahwa secara diam-diam, sebenarnya saya telah lama bercita-cita ingin mencurahkan seluruh kemampuan yang saya miliki, tak digajipun tak apa-apa, demi mengangkat harkat dan martabat umat manusia yang masih terbelakang di negeri saya, negeri yang benar-benar saya cintai dengan sepenuh jiwa….."(Edensor, Buku ke tiga tetralogi Laskar Pelangi ). Pendidikan yang kita peroleh dengan susah payah, penuh perjuangan, pengorbanan, tidak akan kita gadaikan dengan perbuatan yang merusak bangsa ini. Kita tidak akan tega mengotori pembangunan bangsa ini dengan tindakan korupsi, penyelewengan, penipuan, penyelundupan, menyusahkan orang lain, dsb. Pendidikan yang kita peroleh akan kita gunakan untuk melanjutkan cita-cita para pahlawan kita.


Soal*(Nomor tiga)
Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas – batas yang harus dijaga, supaya tidak menggangu stabilitas nasional ?


  • Mengatakan hanya kebenaran yang sesuai dengan fakta
  • Menghindari kata – kata tertentu yang dpat mengangu ketertiban umum
  • Menghindari kata – kata yang mengajak orang lain untuk melakukan tindak kriminal
Ketiga katagori ini merupakan pegangan dalam penilaian apakah penyalahgunaan kebebasan pendapat telah di jalankan atau belum. Mengenai kebenaran bahwa tuduhan merupakan pernyataan yang dapat mengangu ketertiban karna dapat memberikan kesan lain yang tidak sebenarnya.


.
Soal*(Nomor empat)
Faktor – faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak seperti sekarang ini ?


Krisis Politik
Sebenarnya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau sistem politik yang dibangun oleh pemerin-tahan orde baru. Masyarakat tidak peduli terhadap pemerintahan yang demokratis atau otoriter. Yang penting masyarakat dapat memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, dan memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Nemun dalam kenyataannya, dambaan masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik yang dibangun pemerintahan Suharto. Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional bersumber dari kebi-jakan politik pemerintah. Oleh karena itu, ketika harapan masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka muncul tuntutan-tuntutan agar pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat kecil. Di sisi lain, kehidupan politik yang represif telah melahirkan konflik, kerusuhan, dan kekacauan sehingga masyarakat merasa cemas dan khawatir karena ketenangan, ketenteraman, dan keamanannya terancam. Bahkan, kerusuhan dan kekacauan itu dapat menghentikan aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Keadaan itulah menyebabkan terjadinya krisis politik.
Sementara, pemerintahan orde baru sendiri tidak mampu meng-atasi krisis politik yang diciptakannya. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan orde baru dan Presiden Suharto dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik sehingga perlu diganti. Dengan demikian, pemerintahan orde baru telah menggali kuburan untuk dirinya sendiri.
Krisis Sosial
Krisis moneter, ekonomi, dan politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan kehidupan masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin hari semakin bertambah berat.
Demonstrasi-demontrasi yang dipelopori para mahasiswa telah mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan, pembakaran, dan penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa daerah seperti di Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan Pekalongan. Di samping itu, banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menambah krisis sosial. Kenyataan itu merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila masyarakat kemudian menuntut agar Presiden Suharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Dengan demikian, jatuhnya pemerintahan orde baru sebenarnya karena kemau-an dari para penguasa yang bersangkutan.
Krisis Hukum
Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya, kekuasaan keha-kiman harus menjadi pelayan kepentingan para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, mengherankan apabila seseorang yang diang-gap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang dianggap tidak bersalah malah harus masuk ke penjara. Tahukah kamu orang-orang telah melakukan korupsi, tetapi tetap hidup merdeka dan dapat menik-mati hasil korupsinya?
Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa orde baru tidak dapat dijadikan barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan itulah yang menam-bah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan orde baru pimpinan Presiden Suharto.
Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang ke-hidupan. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis agar cita-cita reformasi mampu mencapai tujuan dan sasaran secara tepat








4.B.
Soal *(Nomor lima )
Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi akhir –akhir ini dari sudut pandang etika dan bagaimana semestinya ?
Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, atau mimbar bebas. Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab.
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Blog Me